Pilpres 2014 ini boleh dibilang sangat seru dan "panas". Banyak tiba-tiba bermunculan pengamat politik dadakan. Orang-orang sok pintar dengan analisa politik dangkal dan senang sekali menebar kebencian atau membuat keributan. Jangan dipikir kalau orang-orang sok pintar ini datang dari kalangan orang-orang yang tidak memiliki latar belakang pendidikan politik, banyak malah yang benar-benar mengetahui ilmu politik baik teori maupun praktis. Sungguh disayangkan. Beberapa orang yang saya kagumi pun seakan kehilangan integritas ketika membela pilpres idolanya. Pertanyaan yang muncul berikutnya, sebegitu fanatik kah?
Saya tahu partisipasi politik itu penting, apatis itu tidak baik, saya paham sekali. Tapi jika hanya berpihak pada satu sisi, apakah adil? Selain itu, apakah harus satu Indonesia tahu pilihan Anda apa? Bukannya kebanyakan yang terjadi di lapangan adalah kebanyakan orang sudah punya pilihan dan yang mereka butuhkan hanya justifikasi? Saya gagal paham.
Saya tahu angka swing voters tinggi di negara ini, tapi biarlah swing voters itu mencari tahu sendiri mereka mau memilih siapa, toh sekarang ini sumber informasi terbuka luas, mereka akan mudah membaca atau menonton atau mendengar langsung dari berbagai sumber. Tidak perlu lah untuk menyebarkan atau share link-link bacaan atau youtube yang sudah jelas bias. Apalagi bagi yang mengerti, tentu tahu betul, pilpres Indonesia ini bukan hanya penting bagi rakyat Indonesia, tapi juga bagi semua negara yang memiliki kepentingan di negara kita tercinta ini.
Lagipula, ketidakstabilan kondisi selama kampanye politik ini menimbulkan ketidakstabilan ekonomi. Nilai rupiah terus jatuh terhadap dolar Amerika. Sungguh sayang sekali untuk tahu bahwa benar kita adalah bangsa yang mudah sekali "panas" dan diadu domba. Lebih menyebalkan lagi untuk tahu bahwa ada beberapa oknum yang seakan "memaksa" orang untuk mengikuti pilihannya.
Harusnya, seperti halnya dalam memilih agama, biarkan orang lain memilih sesuai dengan kepercayaannya, maksudnya sesuai dengan yang mereka percaya, karena pada hakikatnya bagimu agamamu dan bagiku agamaku.
Coretan Salah Satu Anak Muda Indonesia,
Sri Rezeki